![]() |
Gambar: pinterest |
Erik ten Hag merupakan seoarang pria kebangsaan Belanda yang mulai bersinar kali
pertama saat dirinya melatih Ajax sebuah klub sepak bola bermarkas di Amsterdam,Belanda.
Mengukir awal kisah, saat dirinya berhasil mengalahkan salah satu deretan klub
terbaik tingkat dunia pada kompetisi bergengsi (UEFA Champions League), mampu
mengintegrasikan squad minimum, mempromosikan klub, membangkitkan semangat
juang dan sebagainya. Namun, siapakah dia sebenarnya ? Mari kita bahas.
Awal Perjalanan Karir Erik Ten Hag
Pria berkepala plontos
nan-karismatik tersebut yaitu Ten Hag, dimasanya pernah menjadi seorang
pemain yang berposisi sebagai Bek tengah. Mengawali klub pertamanya bersama Twente, kemudian berpindah ke De Graafschap, lalu ke RKC Waalwijck,
dan Utrecht hingga mengakhiri kisah profesional sebagai pemain dengan kembalinya
ke klub awal karir ia melangkah yaitu Twente, sekaligus berhasil memenangkan
gelar klub Eredivisie 2001-2002 suatu kehormatan dalam menutup karir sebagai
seorang pesepak bola profesional. Kemudian, merasa dirinya belum habis Ten Hag
mentuntaskan hasrat untuk melatih klub dengan berbekal pengalamannya. Ten Hag
di nilai memiliki value tersendiri, sebagai sosok spesialisasi lapangan yang tepat
dalam menangani klub soal culture, filosofi, kedisiplinan, pun strategi melalui
caranya. Hingga akhirnya menginjakkan kaki pertama dalam dunia kepelatihan
untuk klub Go Ahead Eagles, singkatnya dipilih
menjadi seorang manager Go Ahead Eagles tahun 2012 dibawah tunjukan Marc
Overmars yaitu seorang pengelola klub tersebut. Dan pertama kali seorang
manager seperti Ten Hag mampu
mempromosikan klub ke divisi utama Eredivisie setelah 17 tahun berlalu.
Sang Ten Hag yang Mulai Berkembang
Perjalanan berlanjut, Ten Hag melangkah melatih Bayern Munich II awal Juni 2013–2015 merupakan klub Top dunia bermarkas di Jerman. Walaupun melatih tim II/akademi apapun istilahnya, Ten Hag tetaplah Ten Hag yang bertemu seorang pelatih top global terkenal akan tacticnya bergaya menyerang (tiki-taka) yaitu Josep “Pep” Guardiola Sala atau kita sering menyebutnya Pep Guardiola. Secara tidak langsung sebagai seorang manager yang digadang menuju Top kelas, bahwa Ten Hag memiliki waktu untuk belajar serta menganalisis cara bermain, melatih, me-manage tim, termasuk untuk mengaplikasikan pada Bayern Munich II dan bekal diri untuk masa mendatang, yang tentu Ten Hag lakukan. Kemudian, tak berselang lama Ten Hag berpindah ke Utrecht 2015-2017 mantan klubnya dahulu, dengan posisi fresh menghabiskan 111 match maka kurang lebih terhitung selama dua musim. Disana Ten Hag berhasil sedikit banyaknya meningkatkan harapan Utrecht yaitu membawa klub selama dua musim berturut-turut masuk radar 5 besar Eredivisie dan layak menjadi klub untuk persaingan klasemen papan atas.
Turning Point, Ten Hag bersama Ajax
Semakin-Semakin
Kesuksesannya bersama Utrecth tak
menafikan bahwa Ajax tertarik meminang pelatih asal Belanda tersebut, adanya
kesamaan visi misi maupun latar belakang yang mungkin menjadi suatu alasan.
Akhirnya, pada 21 Desember 2017 Ten Hag resmi melatih Ajax Amsterdam, setelah
terjadi pemecatan kepada Marcel Keizer akibat performa yang tak kunjung
membaik. Seperti perumpaan akan hal setiap orang memiliki turning point
dalam hidupnya, dan itulah yang terjadi pada Ten Hag. Kisah demi kisah mulai
terukir bersama Ajax Amsterdam, mungkin ini menjadi tempat dimana Ten Hag mulai
berkiprah menjadi pelatih yang segan untuk dilawan. Seperti bahwa pada musim
penuh pertama Ten Hag melatih Ajax berhasil mendapatkan juara Eredivisie lewat
torehan 119 gol dalam 34 laga. Termasuk, Ten Hag pada musim penuh perdananya tersebut
berhasil meraih piala KNVB Cup 2018-2019 bersama Ajax sebuah gelar kompetisi
domestik sepak bola di Belanda, atas lawannya Willem II Ten Hag berhasil
melewati pertandingan meyakinkan untuk kemenangan Ajax dengan torehan 4-0
melalui gol Daley Blind 38’, Klaas-Jan Huntelaar 39’, 67’ dan Rasmus Kristensen
76’ ditambah dengan penguasaan bola 63% berbanding 37%.
Secara pendekatan psikologis ini lah yang membuat Ajax semakin percaya diri bersama Ten Hag untuk bersaing dalam kompetisi domestik maupun melangkah kancah Eropa. Maka tak hanya itu, pada musim tersebut secara mengejutkan Erik Ten Hag juga membuat Ajax teristimewa secara tim dan pemain, pasalnya mereka berhasil melewati fase demi fase putaran Liga Champions melalui pencapaian berkesan, dimana mampu mengalahkan klub besar peraih Liga Champions terbanyak dan juara bertahan yaitu Real Madrid dengan skor 4-1 pada putaran babak 16 besar di Stadion Santiago Bernabéu. Ini merupakan kali pertama sejak 1997 Ajax berhasil masuk semi-final UEFA Liga Champions 2018–2019, setelah sebelumnya juga sempat mengalahkan Juventus pada babak penyisihan. Selain itu, tak melupakan deretan nama pemain yang berhasil Ten Hag mainkan dalam laga-laga krusial di Liga Champions tersebut seperti salah satunya ketika memenangkan pertandingan kontra Real Madrid, membuat pemain berhasil dilirik oleh klub-klub papan atas sehingga musim berikutnya berhesail terekrut oleh klub besar tersebut seperti diantaranya pada musim berikutnya ada nama Matthijs de Ligt yang pindah ke Juventus tahun 2019 dengan nominal 85,5 juta euro, Frenkie de Jong yang pindah ke FC Barcelona tahun 2019 secara mengejutkan dengan nominal 86 juta Euro atau setara Rp 1,3 triliun,Hakim Ziyech pemain timnas Maroko yang pindah ke Chelsea pada Juli 2020 dengan banderol 33,3 juta paun, hingga Donny van de Beek berposisi pemain gelandang yang pindah ke Manchester United pada musim panas 2020 seharga 38 juta euro, termasuk pemain-pemain lainnya yang Ten Hag berhasil orbitkan untuk dijual dalam radar transfer musiman sepak bola tingkat dunia tersebut. Sehingga manager salah satunya Ten Hag membuat Ajax menjadi pencetak pemain favorite terbanyak karena setiap tahun dapat menjual pemain namun tidak kehilangan identitasnya, dan mampu meningkatkan secara financial klub karena Ajax memegang uang cash cukup banyak inilah yang dikatakan klub sehat secara financial, tak hanya menghabiskan namun menciptakan pundi uang untuk organization/club. Pada musim berikutnya, Ajax melakoni musim 2019-2020 dengan keberhasilan juga mengingat mereka mengawali musim yang cukup baik melalui gelar trofi Piala Super Belanda (Johann Cruyff Shield) ditambah Ajax memimpin top klasemen pada Eredivisie. Namun sangat disayangkan sekali, perhelatan kompetisi harus diakhiri lebih cepat mengingat pandemi Covid-19 yang terjadi sehingga Ajax bersama Ten Hag harus terhenti pada pekan 25 sekaligus piala KNVB dan Eredivisie mengumumkan musim 2019/2020 dinyatakan berakhir tanpa klub yang menjadi juara, akan tetapi Ajax tetap ternobatkan sebagai perwakilan Eredivisie untuk lolos tiket dalam mengejar perebutan gelar Liga Champions pada putaran berikutnya.
Hijrah Menuju Dream Career
Kemudian, pada musim berikutnya yaitu 2021-2022 Ajax
tetap meraih kembali sebagai juara Eredivisie sekaligus ini merupakan musim
terakhir Ten Hag melatih Ajax. Trofi tersebut masuk kedalam urutan ke-35 untuk
Ajax, dan sebenarnya Ten Hag sudah memperpanjang kontrak bersama Ajax untuk
musim 2022-2023 namun Ten Hag memilih pindah lebih cepat untuk menuju
Manchester United pada bulan April 2022. Walau demikian dengan negosiasi yang
cukup alot, pasalnya terdapat beberapa prasyarat yang harus terpenuhi jika Ten
Hag ingin melatih Manchester United tetapi seiring berjalannya negosiasi Ten
Hag dan Manchester United menemui jalan kesepakatan. Maka secara garis besar
kiprah Ten Hag bersama Ajax Amsterdam tercatat kurang lebihnya, Ten Hag berhasil
mendapatkan 6 Trofi untuk Ajax, tiga diantaranya Trofi Eredivisie serta Ten Hag
membantu Ajax dikenal lebih luas sebagai lawan yang menantang dengan meloloskan
ke putaran Semifinal Liga Champions (rekor). Tak hanya itu bahwa Ten Hag
berhasil mencatat kemenangan ke-100 bersama Ajax setelah melakoni laga yang
hanya membutuhkan 128 pertandingan, ini merupakan rekor tercepat bagi seorang
manager di liga Eredivisie. Ten Hag juga berhasil terpilih sebagai penerima
penghargaan pelatih terbaik Belanda atau Rinus Michel Award di tahun
2019 akibat torehan yang diberikan, hingga dibawah Ten Hag persentasi
kemenangan Ajax mencapai 73,81 persen lewat 210 pertandingan, 576 goal, 155
kemenangan, 29 kekalahan, 26 Imbang serta Ajax selalu terlihat memainkan gaya
menyerang dengan bermain tanpa playmaker umumnya pada line-up.
Hingga akhirnya, bulan April 2022 Ten Hag berpisah dengan Ajax karena dipercaya menukangi Manchester United secara resmi sebagai Manager baru/non-interm, setelah resmi menggantikan posisi Ralf Rangnick sebagai manager interm yang kini pria tersebut tengah melatih timnas Austria. Pengabdian Ten Hag bersama Manchester United melalui proposal resmi berakhir pada tahun 2025 dengan opsi perpanjangan kontrak yang dapat diorbitkan. Sejauh ini, penampilan Manchester United bersama Ten Hag lebih baik dan cukup mengesankan bila terhitung sejak awal kepindahannya, sebab tidak banyak seorang pelatih baru yang cepat dalam beradaptasi pada liga berbeda (special case) seperti di English Premier League tersebut. Kemudian, teruntuk jejak transfer pemain yang Ten Hag hadirkan untuk musim panas tahun lalu dimana Ten Hag berhasil mendatangkan sejumlah pemain-pemain baru yang mungkin beberapa nama tersebut terkesan asing terdengar seperti Tyrell Malacia, Lisandro Martínes, Antony Matheus dos Santos, Martin Dubravka, Casemiro, Christian Eriksen, & Wout Weghorst. Namun, pilihan-pilihan nama tersebut tampaknya tidak asing untuk Ten Hag sehingga dibalik nama-nama itu kebanyakan selalu menjadi starter pada laga yang Ten Hag mainkan bersama Manchester United, mengingat performa yang diberikan cukup konsisten dibanding pemain lain peninggalan legacy oleh manager/pelatih sebelumnya. Piala pertama yaitu FA Cup berhasil dipersembahkan oleh Ten Hag dengan melakoni laga yang terbilang dini namun Ten Hag sedikitnya sudah membawa harapan serta mengembalikan marwah sesungguhnya Manchester United sebagai klub ikonik nan bersejarah yang haus gelar. Per-hari ini bahwa ternyata Ten Hag masih memiliki beberapa peluang untuk mendapatkan Treble Winners, namun apakah worth it untuk dilibas pada musim ini semua? Who’s know?! Ini akan menjadi pertanyaan besar, tentu menjadi ujian sesungguhnya bagi Ten Hag. Adu mekanik otak Ten Hag agar dapat meraih gelar juara berikutnya pada kompetisi domestik maupun kancah eropa (Europa League) maka patut dinantikan seberapa berkesan dan meyakinkan Manchester United musim ini dibawah arahan Ten Hag, sekaligus ini merupakan musim full pertama Ten Hag menukangi Manchester United. Tentu akan sedikit banyaknya menjadi salah satu parameter termasuk bahan evaluasi bagi Manchester United musim ini, agar musim berikutnya akan lebih bersiap serta waspada akan kesalahan yang terjadi.
Ternyata itulah tak banyak yang tahu bahwa kisah
Ten Hag dalam berkarir sebagai pelatih tidaklah berjalan mulus. Layaknya saat sebagai pemain berpindah dari satu ke satu tempat lainnya mencari jati diri menikmati proses serta progres yang terjadi, dan itupun
terkesan terulang seperti dejavu melangkahkan kakinya dalam dunia kepelatihan. Melewati
masa-masa dimana harus struggle melatih klub kecil terlebih dahulu, berproses,
progress, merangkap, baru naik menjadi manager itupun di klub kecil hingga barulah
titik perjalannya saat ini menjadi manager resmi klub besar level dunia bermarkas
di Old Trafford yaitu Manchester United. Dengan begitu secara seksama dalam pembahasan tersebut terdapat Conclusion
Hope bagi Manchester United kedepannya bersama Erik Ten Hag dimana beberapa
point interest tersebut diantaranya menjadi lawan yang menantang dalam persaingan gelar, mengintegrasikan
squad youth hingga senior, mempromosikan klub komersil maupun
non-komersil, menganalisis & melakukan pendekatan psikologis, mempelajari
skema permainan, merubah culture, filosofi, kedisiplinan (profesionalisme),
strategi, dan membangkitkan performa/spirit. Akankah kisah ini akan berlanjut
indah dalam naungan Erik Ten Hag? Inilah kesempatan Ten Hag untuk membuktikan
kualitas sesungguhnya tidak hanya sebagai seorang pelatih namun
0 Comments:
Posting Komentar